28 Desember 2009

Sertifikasi Pengawas

Sabtu, 26 Desember 2009 yang lalu teman-teman pengawas dari Kabupaten Batola sibuk mengadakan workshop secara mandiri di rumah salah seorang anggotanya yang berseberangan jalan dengan rumah kami. Setelah meletakkan tas dan membuka sepatu, saya menyeberang jalan untuk melihat dan mendengar apa yang didiskusikan. Ternyata ada surat dari Kepala Dinas Pendidikan Batola yang menindaklanjuti surat dari Dirjen PMPTK Depdiknas perihal kelengkapan berkas penerima tunjangan sertifikasi.
Senin, 28 Desember 2009 saya bicarakan dengan beberapa teman pengawas di Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin. Alhamdulillah semuanya tidak ada yang memperoleh informasi tentang perihal yang sama untuk kepentingan pengawas. Ada di antara kawan yang menanyakan masalah ini ke Kabid PTK Disdik Kota Bjm dan ada pula yang menelusuri sambil berjejalan dengan para guru untuk melihat semua pengumuman yang terpampang di dinding. Hasilnya, semuanya menyatakan tidak ada. Karenanya saya telpon Pa Abdul Rivai, alhamdulillah beliau dengan senang hati memfotocopikan surat dimaksud dan mengantarkannya ke kantor kami.
Isi surat hasil fotocopi tersebut kemudian kami diskusikan. Karena poin pertama persyaratan yang harus dikumpulkan itu adalah fotocopi sertifikat yang menyatakan lulus sertifikasi, kami sepakat untuk bertanya ke FKIP Unlam. Kami berempat menemui Prof. Wahyu dan beliau kemudian menelpon Pa Iriani Bakti (Ketua Jurusan MIPA) yang bertanggungjawab mengelola sertifikasi. Informasi Pa Iriani bahwa hasil penilaian usul sertifikasi belum bisa diumumkan karena belum dapat ijin dari KSG (Konsorsium Sertifikasi Guru) Pusat.
Informasi Pa Iriani tersebut setelah kami diskusikan bersama teman-teman pengawas lainnya di kantor Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, disimpulkan bahwa kami hanya berusaha mempersiapkan berkas yang diperlukan seperti surat pernyataan melaksanakan tugas dan SK Pembagian Tugas Pengawas. Berkas ini hanya kami simpan di lemari arsip.
Saat kami diskusi, saya sempat menelpon ketua Asosiasi Pengawas (APSI) Kalsel di Rantau. Kami minta informasi tentang tugas kepengawasan. Menurut beliau apabila pengawas membina sebanyak 10 sekolah maka tugasnya berupa supervisi manajerial, sedangkan apabila kurang dari 10 sekolah pengawas dapat melaksanakan supervisi akademik kepada sebanyak 40 – 60 orang guru.
Informasi lainnya bahwa Pa Hamdan yang baru pulang dari Bandung mengikuti Diklat Kepengawasan mendapat kesimpulan bahwa PMPTK menginginkan agar tugas kepengawasan lebih dititik beratkan pada pembinaan, tapi bukan berarti meninggalkan pemantauan dan penilaian.
Demikian, semoga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di daerah kita masing-masing.

13 Juli 2009

Pemetaan Bahan Ajar

Setiap guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran diwajibkan membuat persiapan pelaksanaan pembelajaran. Guru dapat dianggap telah membuat persiapan untuk pelaksanaan pembelajaran dibuktikan secara fisik oleh adanya silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Silabus dibuat untuk dapat dipergunakan sekurang-kurangnya selama satu semester kegiatan pembelajaran, sedangkan RPP dibuat untuk setiap kali pertemuan dalam pelaksanaan pembelajaran.
RPP sekurang-kurangnya harus berisi identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator ketercapaian, uraian materi pelajaran, dan penilaian. Kompetensi dasar dan indikator ketercapaian disalin dari silabus, uraian materi pelajaran dan penilaian dibuat oleh guru. Uraian materi pelajaran merupakan bahan ajar yang harus diserap oleh siswa sesuai dengan yang diharapkan indikator ketercapaian. Sedangkan penilaian digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran sesuai dengan indikator ketercapaian yang telah dibuat.
Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam membuat silabus antara lain adalah menjabarkan setiap kompetensi dasar ke dalam satu atau beberapa indikator ketercapaian kompetensi. Untuk merumuskan indikator, setiap guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Ketidakmampuan guru dalam merumuskan indikator-indikator akan berpengaruh pada ketercapaian kompetensi dasar, dan pada akhirnya berakibat terhadap rendahnya daya serap siswa.
Banyaknya macam buku pelajaran yang mengaku sebagai buku yang sesuai dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang biasa dijadikan buku pegangan siswa, juga dijadikan oleh guru sebagai satu-satunya sumber untuk menjabarkan kompetensi dasar menjadi rumusan indikator ketercapaian kompetensi. Guru, pada umumnya, dalam membuat indikator ketercapaian berpedoman pada isi buku pelajaran yang menjadi pegangan siswa dan tidak lagi memperhatikan kompetensi dasar dari mata pelajaran yang diampunya. Akibatnya adalah banyak materi pelajaran yang kemudian disampaikan dalam kegiatan pembelajaran menjadi terlalu banyak dan bahkan keluar dari standar kompetensi.
Untuk mengurangi tingkat kesalahan guru dalam menjabarkan kompetensi dasar, maka guru sebaiknya membuat pemetaan bahan ajar. Caranya adalah dengan mempelajari soal-soal ujian nasional selama sekurang-kurangnya lima tahun terakhir. Soal-soal tersebut dikelompokan berdasarkan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang sesuai. Soal-soal tersebut kemudian dibuatkan pembahasannya. Dari hasil pengelompokan tersebut tentunya akan memperlihatkan peta penyebaran materi pelajaran penting yang selalu dan terbanyak dijadikan bahan penilaian tingkat nasional. Pemetaan ini juga bisa dilakukan pada soal-soal ujian masuk perguruan tinggi negeri dan olimpiade. Pemetaan bahan ajar sampai dengan pembuatan RPP bisa dilakukan guru melalui MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), terutama MGMP yang dibiayai oleh LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan).

12 Juli 2009

RSBI Banjarbaru

Kamis dan Jumat minggu ini kami banyak mendapat informasi yang berhubungan dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Salah satu nara sumber adalah pejabat dari Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru yang tentu saja lebih banyak menginformasikan kondisi RSBI di Banjarbaru. Komitmen Pemko memajukan RSBI terlihat dalam bidang keuangan, dan (maaf) sikap main perintah yang berakibat pada pendanaan yang digali dari orang tua siswa semakin besar.
Salah satu kendala yang dihadapi RSBI adalah tuntutan untuk melaksanakan bilingual. Nara sumber menyarankan agar sekolah melaksanakan kursus bahasa asing kepada para guru atau mengirim guru ke kampung yang warga masyarakatnya berbahasa asing atau sekolah ke luar negeri. Biaya semua kebijakan sekolah yang dapat mendorong para gurunya mampu berbahasa asing disediakan oleh sekolah dan komite sekolah.
Karena saya tidak diberi kesempatan mengemukakan pendapat waktu itu, maka ketika istirahat kepada kepala sekolah saya kemukakan pendapat bahwa untuk mendorong para guru mau belajar bahasa asing tidak memerlukan biaya yang besar. Caranya adalah dengan melaksanakan kompetisi bagi para guru di wilayah Pemko Banjarbaru. Guru mata pelajaran yang memiliki kemampuan terbaik dalam berbahasa asing tertentu dimutasi ke sekolah RSBI dan guru di sekolah RSBI yang tidak berminat belajar bahasa asing sesuai keperluan dimutasi ke sekolah non RSBI.
Kepala sekolah menyatakan bahwa cara itu sudah diusulkan oleh pihak Disdik Kota Banjarbaru, tetapi terbentur di BKD Kota Banjarbaru. Kalau informasi ini benar, maka hambatan pengembangan RSBI di Banjarbaru bukan pada aparat yang berkecimpung di bidang pendidikan. Karena mimpi Walikota Banjarbaru salah satunya adalah menjadikan Kota Banjarbaru sebagai kota pendidikan, maka akan sangat baik apabila pihak Disdik dan BKD bersama-sama membicarakannya dengan Walikota.
Demikian saran ini dikemukakan, semoga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan, terutama yang ada di Banjarbaru.