Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, kami yang waktu itu bertugas sebagai guru, pernah ditugaskan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kanwil Depdikbud) melakukan pendataan ke beberapa sekolah di seluruh kabupaten dalam rangka penyusunan kurikulum muatan lokal. Fasilitas yang kami bawa waktu itu di antaranya adalah tas kerja. Ketika berkunjung ke sekolah, kami berpakaian safari dan membawa tas kerja. Ternyata perilaku kami tersebut menimbulkan salah pengertian pada beberapa guru, sehingga mereka menyembunyikan diri ketika melihat kedatangan kami. Bahkan di antara mereka ada yang meninggalkan kelas yang menjadi tempat dia melaksanakan tugas mengajar saat itu.
Perilaku para guru yang menyembunyikan diri tersebut kami ketahui keesokan harinya ketika kami berkunjung kembali ke sekolah yang sama. Guru tersebut ternyata adalah teman kuliah kami. Si guru bercerita bahwa mereka bersembunyi karena mengira kami adalah pengawas sekolah yang datang dari ibukota propinsi. Kesimpulan yang disampaikan oleh si guru antara lain bahwa pengawas datang ke sekolah hanya untuk mencari kesalahan, bukan melakukan pembinaan.
Dari beberapa alasan yang dikemukakan guru terhadap pernyataannya tersebut ada yang mirip dengan pengalaman saya ketika bertugas sebagai guru. Ceritanya, saya melapor kepada kepala sekolah bahwa ada guru yang selalu tidak hadir ke sekolah ketika harus melaksanakan pembelajaran (tatap muka) di kelas, tetapi selalu hadir ke sekolah ketika tidak melaksanakan pembelajaran (tatap muka) di kelas. Ada pula guru yang menurut laporan siswa selalu marah-marah ketika mengajar di kelas apabila ada siswa yang bertanya. Setelah lebih dari dua minggu laporan saya tidak ditindaklanjuti oleh kepala sekolah, saya mengirim surat kepada Kepala Kanwil Depdikbud. Sekitar dua minggu berikutnya saya dipanggil oleh seseorang yang jabatannya dua tingkat di bawah Kepala Kanwil, yaitu Kepala Seksi (maaf, tidak perlu disebut). Sang Kasi (Kepala Seksi) marah-marah dan tidak mau terima semua alasan yang saya kemukakan. Minggu berikutnya, walaupun saya sudah berjanji dengan para siswa sejak awal semester bahwa minggu tersebut dijadwalkan ulangan bulanan, pengawas yang datang meminta (melalui wakil kepala sekolah) agar saya hari itu menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Reaksi saya waktu itu (setelah dua kali si wakil kepala sekolah bolak-balik menyampaikan alasan penolakan saya atas permintaan sang pengawas ditolak) adalah memarahi pengawas di hadapan beberapa guru.
Beberapa hari yang lalu isteri saya yang juga guru bercerita bahwa seorang temannya di sekolah tidak jadi datang ke sekolah setelah melihat kendaraan pengawas ada di halaman sekolahnya. Dia lakukan itu karena semua berkas untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran belum seluruhnya selesai disiapkan, sehingga dia takut bertemu sang pengawas.
Cerita di atas menggambarkan bahwa telah terjadi sikap tidak bersahabat dari guru terhadap pengawas sekolah. Penyebabnya bisa jadi karena perilaku pengawas yang belum mampu membangun hubungan saling percaya dan saling memerlukan dengan guru binaannya bersama kepala sekolahnya. Bisa pula karena keberhasilan kepala sekolah mensosialisasikan kepada para guru bahwa pengawas itu merupakan makhluk yang harus ditakuti. Tindakan pengawas dan kepala sekolah tersebut merupakan penghambat kemajuan pendidikan di sekolah.
16 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar