02 April 2009

KD-nya Sama

Sekolah sekarang, pada umumnya, dengan alasan otonomi sekolah sehingga merasa berhak untuk menentukan sendiri ukuran keberhasilan pendidikan para siswanya. Sedangkan bagi masyarakat, terutama bagi pihak yang mengaku peduli pendidikan, ukuran keberhasilan pendidikan di suatu sekolah selalu dilihat dari hasil ujian akhir para siswanya. Pendapat masyarakat tersebut jelas sangat berbeda dengan pendapat yang dianut oleh para pendidik, karena keberhasilan pendidikan itu menurut para pendidik tidak hanya diukur dari hasil ujian akhirnya saja. Harapan yang muncul dari hasil proses pendidikan adalah adanya kemampuan para siswa untuk dapat hidup lebih baik di lingkungan masyarakatnya.

Kemampuan para guru untuk membuat kurikulum sendiri sangatlah rendah. Bahkan untuk menjabarkan materi kurikulum yang diberikan oleh pihak Depdiknas pun, masih banyak guru yang dapat dianggap belum mampu. Buktinya? Lihatlah apa yang dilakukan oleh guru ketika mempersiapkan diri untuk mengajar. Bahannya diambil dari buku pelajaran yang beredar di pasaran dan jadi pegangan siswanya. Untuk membuat indikator saja para guru memakai indikator yang sudah dibuatkan penulis buku atau membaca materi buku pelajaran tersebut. Padahal harapan pembuat kurikulum adalah agar guru menjabarkan KD (kompetensi dasar) yang ada dalam kurikulum dengan menggunakan ilmu yang diperolehnya sehingga dia diangkat menjadi guru.

Kurikulum yang berlaku di banyak sekolah sekarang biasa disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pembuatan KTSP (diharapkan) oleh guru berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Setiap mata pelajaran sudah dibuatkan KD (kompetensi dasar)-nya. Tugas guru antara lain adalah menjabarkan KD tersebut ke dalam beberapa indikator. Karena KD ditetapkan oleh Depdiknas, berarti semua sekolah pada jenjang yang sama berpedoman pada KD yang sama pula.

Tidak ada komentar: