09 April 2009

Tidak Menghargai Prestasi

Dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya tidak mendorong berkembangnya sikap sportif di kalangan siswa. Sikap para pendidik pada umumnya lebih toleran kepada pihak yang tidak mementingkan prestasi. Akibatnya sangatlah sulit mengembangkan persaingan yang sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya dapat dilihat dari pelaksanaan Pemilu saat ini yang memunculkan bukti-bukti adanya indikasi kecurangan dalam penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap) serta adanya himbauan agar parpol dan atau caleg siap menerima kekalahan.

Sebelum tahun 2000, saya di suatu sekolah membuat kebijakan dengan tujuan menumbuhkembangkan sikap sportif di kalangan siswa serta memunculkan dorongan dari dalam diri siswa untuk lebih rajin belajar. Caranya adalah dengan menjadikan peringkat hasil belajar siswa sebagai acuan penentuan tempat atau ruang belajar mereka. Ketika itu masa belajar selama satu tahun pelajaran terbagi dalam tiga caturwulan, sehingga dimungkinkan seorang siswa dalam satu tahun pelajaran akan merasakan belajar ditiga ruang belajar atau mengalami dua kali berpindah ruang belajar. Ketika itu di kalangan rekan-rekan pendidik dan atau mereka yang punya perhatian lebih terhadap perkembangan pendidikan muncul pernyataan dalam bentuk pertanyaan “Bagaimana dengan siswa yang berada diperingkat bawah?” Kemungkinan, kata mereka yang tidak setuju dengan cara yang saya lakukan waktu itu, mereka yang berada di peringkat bawah akan kecewa dan semakin malas belajar. Mereka juga mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan saat itu adalah tidak membenarkan penulisan peringkat di rapor siswa.

Awalnya tanggapan saya adalah dengan memberikan contoh yang berhubungan dengan kompetisi di bidang seni dan olahraga. Adakah, kata saya, di antara peserta kompetisi yang kalah beberapa bulan lalu tidak mau ikut lagi kompetisi yang sama pada bulan berikutnya? Jawaban mereka tidak ada. Tetapi sikap menolak ide sistem peringkat itu semakin keras, sehingga saya minta kepada para penolak agar menghitung persentase siswa prustrasi akibat peringkatnya berada di bawah. Karena tidak ada yang bisa memberi jawaban yang tegas, maka saya kemukakan bahwa, andaikan ada sepuluh persen siswa prustrasi sebagai akibat berlakukan sistem peringkat, maka sistem ini harus terus dilaksanakan dan kita tidak boleh mengalahkan 90% siswa yang senang dengan sistem ini.

Mengenai kebijakan yang tidak setuju dengan penulisan peringkat di rapor merupakan salah satu penyebab berkembangnya sikap di kalangan siswa berupa “asal naik atau asal lulus” dan di masyarakat berkembang sikap tidak siap menerima kekalahan, serta yang lebih parah adalah sangat jarangnya ditemukan prestasi yang memberi manfaat bagi bangsa. Dunia pendidikan kita selama ini memang cenderung tidak menghargai prestasi, tetapi cenderung menghargai pihak-pihak yang menonjolkan kelemahan. (Maaf, saya bersiap ke TPS karena jadi anggota panitia, nanti disambung lagi)

2 komentar:

Toto Gutomo mengatakan...

blh knlan gk bang... ^^ profilenya kdd nh..
tulisan pyan mantab...
kalau semua orang kalsel kaya pyan, sejarah takkan kabur, budaya takkan sirna, budaya menulis membangun bangsa.... :)

Toto Gutomo mengatakan...

profile pyan mn nh..?
slm knal bang... ^^
tulisannya bagus2