Berkaitan dengan hiruk pikuk pemberitaan Ujian Nasional (UN) yang baru lalu, ternyata ada tindakan dari pihak sekolah yang tidak terpuji. Hari ini di kolom surat pembaca harian Kompas misalnya, ada orang tua siswa yang menceritakan bahwa anaknya menangis karena kesulitan menjawab soal Matematika, sedangkan teman-teman si anak mendapat kemudahan karena dibantu kunci jawaban. Selain itu di halaman Humaniora diberitakan bahwa berita bahwa Wapres Yusuf Kalla berkunjung ke Kantor PB PGRI. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum PB PGRI, Sulistyo menyampaikan keluhan bahwa : ”Dalam penyelenggaraan UN, guru ingin menegakkan mutu dengan cara yang elegan dan mengedepankan prinsip-prinsip serta etika pendidikan. Namun, di sisi lain guru banyak dikooptasi kepentingan pemegang kekuasaan, seperti kepala dinas dan kepala daerah yang berambisi agar anak-anak lulus dan tidak mempermalukan daerah.”
Kalau benar apa yang dikemukakan dalam surat pembaca dan Ketua Umum PB PGRI, maka yang paling dirugikan adalah bangsa Indonesia. Sebab dunia pendidikan telah mengajarkan, atau bahkan membiasakan, tindakan melanggar aturan kepada generasi muda bangsa Indonesia. Perlu diingatkan bahwa para siswa yang menjadi peserta UN merupakan generasi muda calon pemimpin negara RI di masa yang akan datang. Karena generasi muda sudah terbiasa melihat atau mengalami perlakuan melanggar aturan, maka sebagian besar dari mereka akan meneruskannya di masa mendatang, sedangkan sebagian dari orang (siswa) yang semula berusaha berbuat sesuai aturan akan prustrasi dan akan ikut arus kelompok pelanggar aturan. Selanjutnya, di masa mendatang negara ini akan dikuasai atau dipimpin oleh kelompok pelanggar aturan. Akibatnya harap ditebak sendiri.
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha mengantisipasi keburukan yang mungkin muncul di masa mendatang, salah satu caranya adalah dengan membuat kebijakan terkait Sertifikasi Guru. Dengan kebijakan tersebut diharapkan guru dapat menahan tekanan sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Umum PB PGRI dan atau menjual kunci jawaban soal-soal UN. Penghasilan guru yang tinggi diharapkan dapat menghidupkan semangat menjaga dan meningkatkan martabat diri mereka. Kalau dengan penghasilan yang tinggi itu para guru masih saja tidak mampu menahan tekanan yang bertentangan dengan nurani seorang pendidik, maka ada maksud lain dalam pikiran dan perasaan para pendidik.
15 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar