Judul tulisan ini mirip dengan judul berita yang dimuat koran Kompas yang terbit hari Kamis, 7 Mei 2009 halaman 12. Isi tulisan sepertinya nyambung dengan pembicaraan kami terhadap beberapa kepala sekolah swasta. Setelah pagi tadi kami baca tulisan tersebut, beberapa kepala sekolah yang berbeda yayasan kami beritahu agar mereka membaca berita dari Kompas tersebut dan selanjutnya kunjungi mereka ke sekolahnya. Maksud kunjungan adalah untuk tukar pendapat agar ketika RPP (Rencana Peraturan Pemerintah) Guru Non-PNS diberlakukan pihak sekolah dan atau yayasan dengan mudah menerapkannya.
Niat pemerintah membuat standar upah (gaji) guru non-PNS sangat baik bagi para guru, tetapi bagi pihak pemilik dan atau pengelola sekolah menjadi tantangan berat. Sebab bagi sekolah yang jumlah siswanya sedikit bisa jadi akan bubar serta bagi sekolah yang berstatus negeri akan mengalami kesulitan melaksanakan pelayanan pembelajaran bagi para siswanya. Ketika RPP Guru Non-PNS disahkan menjadi PP (Peraturan Pemerintah), sekolah negeri akan mengalami kesulitan memenuhi kekurangan guru karena pemerintah daerahnya sedang sibuk berkampanye dan atau melaksanakan program sekolah gratis.
Idealnya sebuah yayasan atau lembaga pendidikan non-pemerintah yang berani membuka sekolah sekurang-kurangnya sudah memperhitungkan biaya pembangunan, pemeliharaan, dan penyelenggaraan sekolah. Sebab, biasanya ketika pengurus yayasan mengajukan ijin pendirian sekolah selalu ada kalimat yang pengertiannya “ingin membantu pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak bangsa.” Membantu pemerintah tentu sangat berbeda pengertiannya dengan membebani pemerintah. Jadi sangatlah tidak elok apabila ada sekolah swasta yang selalu mengeluh akan kurangnya perhatian pemerintah.
Sebelum disahkannya RPP Guru Non-PNS, sebaiknya pihak sekolah dan atau yayasan pemilik sekolah mempersiapkan strategi untuk meningkatkan mutu sekolah. Jadi ketika RPP jadi diberlakukan yang berarti kesejahteraan guru membaik, maka pihak sekolah harus mengimbanginya dengan strategi agar gurunya, baik sadar maupun tidak sadar, termotivasi untuk meningkatkan mutu hasil pembelajarannya.
Dua tahun terakhir penulis kebetulan lebih banyak mengamati dua grup sekolah di Banjarmasin yang dikelola oleh dua yayasan yang berbeda. Ada beberapa saran yang pernah disampaikan kepada pihak sekolah dan atau pihak yayasan. Pertama, ketika kepada salah seorang pengurus yayasan disarankan agar pihak yayasan mengelola penggajian kepada para guru pengajar di sekolah-sekolah dengan alasan untuk mengurangi beban kerja dan pikiran para kepala sekolah serta agar dapat membantu menghidupi sekolah yang sedikit jumlah siswanya, pihak yayasan mengungkapkan bahwa cara itu tidak sesuai dengan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) yayasan. Kemudian ketika kita kemukakan bahwa kalau masih mengikuti AD/ART berarti akan ada beberapa sekolah dari yayasan tersebut yang akan bubar, pihak oknum pengurus yayasan tersebut dengan enteng menjawab bahwa bubarnya sekolah bukan menjadi tanggung jawab yayasan, tetapi tanggung jawab pengelola sekolah. Dari komunikasi sebagaimana diungkapkan di atas, maka karena AD/ART yayasan tidak selevel dengan Al-Qur’an, maka tentu AD/ART bisa diubah. UUD RI 1945 saja bisa diamandemen, apalah artinya AD/ART yang tentu saja bisa diubah asalkan dengan tujuan untuk memelihara kelangsungan hidup sekolah yang dipayungi oleh yayasan.
Kedua, kepada beberapa sekolah yang sama yang bernaung di bawah yayasan yang sama pula, pernah disarankan bahwa agar mereka mau saling bantu sambil membuat standar nilai hasil belajar para siswanya. Caranya, misalnya dengan melaksanakan penilaian hasil belajar bersama sehingga sekolah yang jumlah siswanya sedikit akan terbantu dalam hal pembiayaan penilaian hasil belajar tanpa membebani pengeluaran sekolah yang jumlah siswanya lebih banyak. Keuntungan lain yang bisa didapat adalah sekolah yang sama dalam satu yayasan dapat membuat standar penilaian hasil belajar sendiri.
Sedangkan untuk mengantisipasi pengesahan sampai pemberlakuan RPP Guru Non-PNS kepada beberapa kepala sekolah yang penulis temui hari ini adalah (1) sebaiknya dirancang bentuk kontrak kerja guru yang nantinya akan diangkat yayasan sehingga memperoleh penghasilan sekurang-kurangnya sama dengan UMR (Upah Minimum Regional). Rancangan kontrak kerja itu sebaiknya berisi sekurang-kurangnya tentang jumlah jam minimal, administrasi pembelajaran yang harus dibuat guru, dan jaminan mutu yang disanggupi oleh guru. (2) Guru yang diangkat oleh yayasan tidak harus bertugas pada satu sekolah, tetapi dapat bertugas pada beberapa sekolah sejenis yang dimiliki oleh yayasan. Hal ini dilakukan agar guru dalam mengajar terfokus pada satu mata pelajaran dan satu tingkatan kelas saja, sehingga penguasaan guru terhadap materi pelajaran menjadi lebih bagus.
07 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar